PEDOMAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DALAM PERSPEKTIF HINDU


Maklumat Raja Ashoka :

Janganlah kita menghormati agama kita sendiri dengan mencela agama orang lain sebaliknya, agama orang lain hendaknya dihormati atas dasar-dasar tertentu …

Dengan berbuat demikian kita telah membantu agama kita sendiri untuk berkembang, disamping menguntungkan pula agama lain …

Dengan berbuat sebaliknya maka kita akan merugikan agama kita sendiri disamping merugikan agama orang lain …

Oleh karena itu, barang siapa menghormati agamanya sendiri dengan mencela agama orang lain semata-mata karena dorongan rasa bhakti kepada agamanya sendiri dengan berpikir : “Bagaimana aku dapat memuliakan agamaku sendiri” maka dengan berbuat demikian ia malah amat merugikan agamanya sendiri …

Oleh karena itu, toleransi dan kerukunan beragamalah yang dianjurkan, dengan pengertian, bahwa semua orang selain mendengarkan ajaran agamanya sendiri hendaknya bersedia juga mendengarkan ajaran yang dianut oleh orang lain …

Sebagai telah dimaklumi bersama bahwa bangsa Indonesia terdiri bermacam-macam suku bangsa, beraneka ragam ras, bermacam-macam golongan, beragam budaya dan agama serta penganut kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang berjenis-jenis pula banyaknya. Hal itu merupakan faktor yang sangat rawan bagi tumbuhnya disintegrasi bangsa, apa-bila kita kurang waspada menyikapinya akan timbul bentrokan antara sesama suku, agama, ras dan antar golongan sehingga dapat menimbulkan perpecahan yang sangat merugikan persatuan dan kesatuan bangsa.

Berkenaan dengan itu marilah kita meningkatkan kewaspadaan kita bersama dengan cara lebih menghayati dan makin mengamalkan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam falsafah bangsa kita yaitu Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara Republik Indonesia.
Di samping itu pula tidak kalah pentingnya agar semua pemeluk agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa senantiasa meningkatkan Sradha dan Bhaktinya sehingga terwujud kualitas iman sebagai landasan moral yang tangguh demi tetap tegaknya persatuan dan kesatuan bangsa.

Agama merupakan salah satu hak asasi manusia yang paling mendasar dan sangat sensitif sehingga perlu mendapat kebebasan memilih dan memeluk agamanya masing-masing tanpa mendapat paksaan dari siapapun. Interaksi antara masyarakat yang berbeda agama perlu dibina serta ditangani secara arif dan bijaksana agar tidak menimbulkan rasa ketersinggungan pemeluk agama yang satu dengan yang lainnya yang berbeda cara pelaksanaannya walaupun mempunyai tujuan yang sama yaitu mencapai kebahagiaan di dunia dan kemoksaan di akhirat.
Salah satu cara untuk merukunkan sesama umat beragama adalah dengan jalan musyawarah secara dialogis dan bertanggung jawab atas segala ucapan yang diikuti dengan tindakan yang konsekwen dan konsisten guna menghindari timbulnya permasalahan yang menjadi penyebab retaknya persatuan dan kesatuan bangsa. Demikian juga halnya senantiasa perlu dijaga dan dikembangkan kerjasama dan saling hormat menghormati sesama umat beragama.
Lembaga yang bertugas untuk mengatur tata kehidupan beragama dalam sistem kehidupan berbangsa dan bernegara tidak hanya diserahkan kepada instansi dan lembaga yang formal saja melainkan seluruh masyarakat luas termasuk semua komponen bangsa harus bertanggung jawab untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan terhadap kerawanan-kerawanan yang timbul sebagai akibat pergaulan sesama umat beragama.
Krisis kerukunan hidup beragama merupakan suatu keadaan yang rawan dan gawat serta mengancam stabilitas nasional dan integritas bangsa sebagai akibat adanya konflik terbuka antara sesama umat beragama yang belum menyadari betapa pentingnya kerukunan beragama secara inter dan antar umat serta kerukunan antar umat beragama dengan pemerintah sehingga mengakibatkan timbulnya tindakan kekerasan dan kebrutalan yang sangat merugikan persatuan dan kesatuan bangsa yang pada gilirannya nanti menimbulkan kerusuhan, kekacauan dan kehancuran.
Kerawanan akan timbul apabila tidak tercapainya keharmonisan dalam situasi dan kondisi lingkungan umat beragama itu sendiri seperti misalnya pendirian tempat beribadah, penyiaran agama yang berlebihan, perkawinan yang berbeda agama, perayaan hari besar keagamaan, pelecehan agama, kegiatan aliran sempalan dan aspek non agama yang dapat turut mempengaruhi kegiatan ekonomi dan sosial budaya.
Setiap aspek yang dapat menimbulkan kerawanan yang mengarah kepada perpecahan serta dapat mengancam goyahnya persatuan dan kesatuan, perlu diantisipasi secara dini sehingga tetap tegaknya persatuan dan kesatuan bangsa dengan jalan mewujudkan kerukunan sesama umat beragama sesuai dengan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila.
Kita semua telah menyadari betapa pentingnya penghayatan dan pengamalan Pancasila itu sendiri sehingga kita memiliki mental dan moral yang kuat untuk bersama-sama menjaga keutuhan bangsa Indonesia yang berbhineka tunggal ika mampu meningkatkan persatuan dan kesatuan bangsa, melaksanakan demokrasi untuk mewujudkan masyarakat madani yang aman, damai, sejahtera dan bahagia.
Dalam kaitannya dengan peningkatan ketaqwaan dan keimanan demi terwu¬judnya kerukunan hidup beragama perlu lebih dihayati dan makin diamalkan lagi butir-butir kerukunan yang ada pada setiap agama sesuai dengan caranya masing-masing demi menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa.

BUTIR-BUTIR KERUKUNAN

Dalam ajaran Hindu dikenal adanya butir-butir kerukunan sebagai berikut : Tri Hita Karana, Tri Kaya Parisudha dan Tat Twam Asi.

Tri Hita Karana
Secara harfiah Tri Hita Karana dapat diartikan tiga penyebab kebahagiaan. (tri artinya tiga, hita artinya kebahagiaan, dan karana artinya penyebab).
Unsur-unsur Tri Hita Karana adalah :

  1. Parhyangan, yaitu membina hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
  2. Pawongan, yaitu membina hubungan yang harmonis antara sesama manusia sehingga tercipta keselarasan, keserasian dan keseimbangan.
  3. Palemahan, yaitu membina hubungan yang harmonis antara manusia dengan alam lingkungannya.

Secara keseluruhan Tri Hita Karana merupakan tiga unsur keseimbangan hubungan Manusia dengan Tuhan, hubungan Manusia dengan Manusia dan hubungan Manusia dengan alam lingkungannya yang dapat mendatangkan kesejahteraan, kedamaian dan kebahagiaan bagi kehidupan manusia.
Ketiga unsur tersebut tidak dapat dipisah-pisahkan karena merupakan penyebab yang satu dengan yang lainnya berjalan secara bersamaan dalam kehidupan manusia sehari-hari.
Manusia senantiasa ingat akan kebesaran dan kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa, senantiasa taqwa kepada Tuhan, senantiasa mohon keselamatan dan senantiasa pula tidak lupa memohon ampun atas segala kesalahan yang diperbuat baik kesalahan dalam berpikir, berkata maupun kesalahan dalam perbuatan yang nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain atau berhubungan sesama manusia dengan mengembangkan sikap saling asah, saling asih dan saling asuh sehingga tercipta kerukunan hidup yang selaras, serasi dan seimbang sesuai dengan sloka yang terdapat dalam Kekawin Ramayana : ….. Prihen temen dharma dumeranang sarat, Saraga Sang Sadhu sireka tutana, Tan harta tan kama pidonya tan yasa, Ya sakti Sang Sajjana dharma raksaka …. dst.
Manusia senantiasa berhubungan dengan alam lingkungannya dengan maksud untuk melestarikannya demi tercapainya kesejahteraan dan kedamaian dalam kehidupan sehari-hari untuk mewujudkan kebahagiaan yang kekal baik di dunia maupun di akhirat kemudian hari.
Merusak alam lingkungan sama artinya merusak kehidupan manusia itu sendiri karena segala kebutuhan manusia terdapat dalam lingkungan alam itu sendiri, baik binatang maupun tumbuh-tumbuhan dan segala sesuatu yang terpendam di dalam alam semesta sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.

Tri Kaya Parisudha
Secara arti kata Tri Kaya Parisudha dapat diterjemahkan prilaku yang suci. (tri artinya tiga, kaya artinya prilaku, parisudha artinya semuanya suci).
Unsur-unsur Tri Kaya Parisudha adalah :

  1. Manacika Parisudha, yaitu berpikir yang suci, baik dan benar.
  2. Wacika Parisudha, yaitu berkata yang suci, baik dan benar.
  3. Kayika Parisudha, yaitu berbuat yang suci, baik dan benar.

Dalam ajaran Agama Hindu, Tri Kaya Parisudha merupakan suatu etika sopan santun dan budi pekerti yang luhur yang harus dilaksanakan dalam kehidupan nyata sehari-hari untuk menghindari adanya rasa kurang menghormati harkat dan martabat manusia yang dapat menimbulkan kemarahan dan rasa dendam yang berkepanjangan di antara sesama manu¬sia. Oleh karena itu perlu diperhatikan dan dihayati hal-hal yang sebagai berikut.
Manusia hendaknya selalu berpikir yang suci, baik dan benar yang merupakan langkah awal untuk melangkah lebih lanjut. Kesalahan dalam berpikir walaupun tidak dilanjutkan dengan perkataan dan perbuatan sudah merupakan suatu pelanggaran dan menghasilkan hal yang tidak baik sebagai terdapat dalam ungkapan “Riastu riangen-angen maphala juga ika”.
Manusia hendaknya selalu berkata yang suci, baik dan benar agar tidak menyinggung perasaan orang lain yang dapat menimbulkan kemarahan dan rasa sakit hati yang mengakibatkan permusuhan di antara sesama manusia. Oleh karena itu setiap manusia hendaknya selalu berupaya agar dapat berkata yang baik sehingga enak didengar yang dapat menimbulkan rasa simpati setiap manusia dalam berinteraksi. Rasa simpati manusia dapat mewujudkan kerukunan dalam kehidupan.
Manusia hendaknya senantiasa dapat berbuat dan bertingkah laku yang suci, baik dan benar sehingga tidak merugikan orang lain bahkan perbuatan itu selalu dapat menyenangkan orang lain dan bermanfaat bagi kehidupan manusia yang merupakan kebajikan dapat meringankan penderitaan sesama manusia. Dalam ungkapan Sarasamuscaya manusia hendaknya dapat berbuat dan bertingkah laku untuk menyenangkan orang lain (Angawe sukaning wong len) sehingga akan terwujud kerukunan dalam kehidupan bermasyarakat.
Dalam hukum karmaphala bahwa segala perbuatan yang baik akan mendapatkan imbalan atau hasil yang baik pula sesuai dengan ungkapan : “Ala ulah ala ketemu, ayu prakirti ayu kinasih”. Sebagai manusia yang merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang sempurna yang memiliki tri pramana yaitu bayu, sabda dan idep atau pikiran yang suci, baik dan benar. Di samping itu manusia dalam berpikir yang positif selalu mendasarkan pikirannya kepada “Catur Paramita” yaitu Maitri, mengembangkan rasa kasih sayang. Mudhita, membuat orang simpati. Karuna, suka menolong. Dan Upeksa, mewujudkan keserasian, keselarasan dan keseimbangan.

Tat Twam Asi
Apabila diterjemahkan secara artikulasi Tat Twam Asi berarti Itu adalah Kamu atau Kamu adalah Itu.
Dalam pergaulan hidup sehari-hari hendaknya manusia senantiasa berpedoman kepada Tat Twam Asi, sehingga tidak mudah melaksanakan perbuatan yang dapat menyinggung perasaan bahkan dapat menyakiti hati orang lain dan pada akhirnya menimbulkan rasa iri hati dan benci.
Tat Twam Asi menjurus kepada Tepa Selira atau Tenggang Rasa yang dapat menuntun sikap dan prilaku manusia senantiasa tidak melaksanakan perbuatan yang dapat menimbulkan sakit hati sehingga terjadi perpecahan dan permusuhan.
Oleh karena itu janganlah suka menyakiti hati orang lain karena pada hakikatnya apa yang dirasakan oleh orang lain seyogyanya kita rasakan juga. Jikalau kita memukul orang akan dirasakan sakit lalu bagaimana kalau kita dipukul orang lain pasti akan sakit pula. Marilah kita membiasakan diri untuk senantiasa menaruh rasa simpati kepada orang lain sehingga tidak pernah terlintas dalam hati untuk berbuat yang dapat menyakiti orang lain, vasudeva kuthumbhakam : kita semua bersaudara.
“Salahkanlah diri sendiri terlebih dahulu sebelum menyalahkan orang”. “Senantiasalah mengoreksi diri sebelum mengoreksi orang lain”.
Untuk mendapat gambaran lebih lanjut di bawah ini akan disampaikan beberapa sloka Kerukunan yang terdapat dalam Kitab Suci Agama Hindu sebagai berikut :

  • Sam Gacchadhvan Sam Vadadhvam, Sam Vo Manamsi Janatam, Deva Bhagam Yatha Purvo, Sanjanano Upasate (Rg Veda X.191.2)
    • Berkumpul-kumpullah, bermusyawarahlah, Satu sama lain satukanlah semua pikiranmu, Dewa pada jaman dulu, Senantiasa dapat bersatu.
  • Samani Va Akutih, Samana Hrdayani Vah, Samana Astu Vo Mano, Yatha Va Susahasati, (Rg Veda X.191.4)
    • Samalah hendaknya tujuanmu, Samalah hendaknya hatimu, Samalah hendaknya pikiranmu, Semoga semua hidup bahagia bersama.
  • Sarve Mandati Yasa Sagatena, Sabhasahena Sakhya Sakhyayah, Kilbisah Prt Pitusanir Hyosamaram, Hito Bhavati Vajinaya, (Rg Veda X.17.10)
    • Semua teman senang hati dalam persahabatan yang dating, Dengan kejayaan setelah berhasil dalam permusyawaratan, Tuhan sesungguhnya pelindung kita dari kejahatan, Yang memberi makan, bersiap baik untuk pemulihan.
  • Yadi Na Syurmanusyesu, Ksaminah Prtivismah, Na Syat Sakhyam Manusyanam, Krodhamulahi Vigrahah, (Sarasamuscaya, 94)
    • Apabila tidak ada orang yang ksamawan, sabar, tahan uji, Bagaikan Ibu Pertiwi niscaya tidak ada kepastian persahabatan, Melainkanjiwa murka menyelubungi sekalian makhluk. Karenanya pasti bertengkar satu sama lainnya.
  • Japye Nalva Samsidhyed, Brahmano Natra Samcayah, Kuryan Anyan Na Va Kuryan, Maitro Brahmana Ncyate, (Manawa Dharmasastra II, 87)
    • Tak dapat disangkal lagi seorang yang utama, Dapat mencapai tujuan yang tertinggi dengan mengucapkan mantra, Apakah ia melakukan yadnya melalui orang lain atau melalai-kannya, Ia yang bersahabat dengan semua makhluk dinyatakan manusia utama.
  • Ye Yatha Mam Prapadyante, Tams Tathal Va Bhajamy Aham, Mama Vartma Nuvartante, Manusyah Partha Arvasah, (Bhagawadgita, IV.II)
    • Jalan manapun ditempuh manusia, ke arah-Ku semuanya Kuterima, Dari mana-mana semua mereka
  • Devan Bhavayana Nana, Te Deva Bhavayantu Vah, Parasparam Bhavayantah, Suyah Param Avapsyatha, (Bhagawadgita, III,II)
    • Dengan ini pujalah dewata, Semoga dewata memberkati engkau, Dengan saling menghormati begini, Engkau mencapai kebajikan tertinggi

Dari beberapa kutipan yang terdapat dalam Kitab Suci tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa semua manusia mendambakan adanya penyesuaian pikiran dan tujuan untuk mencapai hidup bersama yang bahagia. Hal tersebut sekaligus untuk mengantisipasi sikap-sikap yang negatif yang sering muncul dalam masyarakat kita yang majemuk seperti misalnya sikap fanatisme buta yaitu sikap yang meyakini kebenaran mutlak yang ada pada agama yang dipeluknya. Menurutnya hanya ada satu agama yang benar yaitu agamanya sendiri dan tidak ada agama lain. Tuhan yang Satu (Esa) hanya menurunkan satu agama saja dan tidak mungkin menurunkan agama yang berbeda. Hanya ada satu Kitab Suci yang berdasarkan wahyu, sedangkan Kitab Suci yang lain adalah buatan manusia atau wahyu yang diselewengkan.
Penganut sikap fanatisme buta ini menganggap rendah agama lain namun sensitif terhadap agamanya sendiri. Sikap semacam ini banyak menimbulkan ketegangan, pertengkaran dan permusuhan antar agama.
Munculnya sikap semacam itu semata-mata muncul karena pengetahuan dan pemahaman yang sempit terhadap agamanya sendiri dan tidak mengetahui keberadaan agama yang lain.
Di samping sikap fanatisme buta tersebut perlu dipahami sikap yang toleransi yang dapat mewujudkan rasa kerukunan umat beragama. Sikap toleransi adalah sikap menghormati agama yang dipeluknya tetapi tidak merendahkan agama lain. Sikap semacam ini muncul apabila kita memiliki pengetahuan yang baik tentang agama kita dan juga agama orang lain.

Ada beberapa saran yang perlu diangkat dalam tulisan ini :

  1. Penghayatan dan pengamalan agama perlu dilaksanakan secara optimal tidak hanya sebatas ibadah ritual saja tetapi menyentuh aktualisasi kehidupan nyata sehari-hari.
  2. Agar pemerintah memberikan perhatian yang lebih serius kepada Pemuka-pemuka Agama dan lembaga-lembaga keagamaan.
  3. Perlu difungsikan wadah musyawarah umat beragama dengan cara mengadakan dialog untuk lebih mendekatkan perasaan masing-masing dalam rangka silaturahmi.

Demikian tulisan ini disajikan dengan harapan semoga ada manfaatnya bagi kita sekalian.

2 Comments

Filed under Articles

2 responses to “PEDOMAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DALAM PERSPEKTIF HINDU

  1. madewinatha

    terimakasih banyak

Leave a comment